Sabtu, 11 Februari 2012

Indonesia Dukung Penuh Kemerdekaan Palestina

Photo : www.kemlu.go.id
Sejarah perjuangan warga Palestina melawan penjajahan Israel terus diukir. Ketidakseimbangan masih terjadi karena zionis didukung oleh Amerika Serikat yang memasok senjata militer guna memperluas wilayah jajahannya di Palestina.

Sejak 40 tahun yang lalu hingga saat ini zionis terus membangun permukiman di tanah Palestina (sepanjang Tepi Barat hingga Jerusalem timur) meski masyarakat internasional, "termasuk AS", menyebutnya sebagai tindakan ilegal.

Belakangan ini AS sebagai negara digdaya telah melakukan beberapa perundingan untuk menengahi persengketaan yang terjadi antara Palestina dan Israel.

Karena itu Israel melalui Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memberlakukan morotarium pendirian permukiman selama satu tahun sejak November 2009 hingga September 2010.

Namun AS disinggung selalu menggunakan standar ganda dalam penyelesaian tersebut. Sehingga upaya itu tidak berimbang dengan terus mengirimkan pasokan senjata canggih serta keputusan negeri Paman Sam yang selalu menguntungkan pihak zionis.

Bagaimana tidak, Israel yang notabene sebagai penjajah dengan dukungan sekutu berhasil menjadi anggota tetap PBB. Sedangkan Palestina susah payah terus berupaya menjadi anggota tetap PBB namun selalu dihambat oleh AS melalui hak vetonya.

Pascaselesainya morotarium pada 2010, zionis kembali menjajah Palestina dengan mendirikan permukiman dan memindahkan warga keturunan Arab secara paksa.

Oleh karena itu perundingan yang direncanakan oleh AS pada akhir 2010 gagal dilakukan karena Palestina mengundurkan diri akibat kecewa atas penghentian morotarium permukiman Israel.



Pengakuan Negara Lain
Palestina yang mencari pengakuan bagi negerinya hingga saat ini telah mendapatkan dukungan dari sejumlah negara meskipun perjuangannya untuk menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bisa terganjal Hak Veto AS.

Selain Indonesia, Palestina mendapatkan dukungan sejumlah negara Amerika latin seperti Argentina, Brazil, Venezuela dan Uruguay yang mengakui Palestina pada Desember lalu.

India dan Iran juga tidak ketinggalan mendukung Palestina menjadi anggota PBB.

Sejumlah negara tersebut memberikan pengakuan kepada Palestina dengan batas negara seperti yang ditetapkan pada Perjanjian 1967 sebelum Perang Enam Hari berlangsung.

Pada Mei 2011, kwartet perunding Timur Tengah (AS, Rusia, Uni Eropa dan PBB) menyetujui penyelesaian persengketaan Palestina-Israel dengan kembali kepada Perjanjian 1967 yang membatasi wilayah administrasi Israel dan Palestina dengan Israel tidak merebut Tepi Barat.

Namun PM Netanyahu tidak menerima saran tersebut karena menganggap AS tidak mengerti masalah yang dihadapi.


Standar Ganda AS
Menjelang Sidang Umum PBB pada akhir September 2011, Presiden Palestina Mahmud Abbas mengajukan permohonan agar Palestina menjadi anggota penuh PBB.

Namun dalam pidato Presiden AS Barack Obama di depan Majelis Umum PBB, AS sepertinya tidak mendukung hal tersebut dan menilai Palestina melakukan tindakan sepihak.

Dengan tegas AS menolak keinginan Palestina untuk menjadi anggota penuh PBB dengan menyatakan bahwa itu bukanlah penyelesaian terbaik untuk mengatasi persengketaan Palestina-Israel.

Ironisnya, AS, negara yang berperilaku layaknya polisi dunia itu, pada 2010 berencana mewujudkan Palestina menjadi anggota PBB dan sayangnya saat ini AS lebih berkomitmen untuk mengamankan Israel.

Syarat untuk menjadi anggota PBB bergantung kepada persetujuan sembilan dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB termasuk anggota tetap DK-PBB yang memiliki hak veto (China, Rusia, Prancis, AS, dan Inggris).

Hak veto yang melekat pada AS sebagai anggota DK-PBB menjadi senjata ampuh untuk mengandaskan angan Palestina menjadi anggota tetap PBB.


Dukungan Penuh Indonesia
Indonesia mengakui kemerdekaan Palestina sejak 1948 dan secara tegas mendukung keinginan Palestina menjadi anggota penuh PBB.

Demi mendukung Palestina, sejumlah pejabat tinggi negara yang terdiri dari Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Hayono Isman dan anggota Komisi I DPR RI Luthfi Hasan Ishaq menghadiri Sidang Umum PBB pada Jumat (23/9).

Menurut Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia, Priyono Wibowo, Palestina perlu menjadi anggota tetap PBB agar memiliki hak dan kedudukan yang sama dengan negara anggota PBB lain.

Indonesia menilai perundingan yang telah dilakukan oleh Palestina dan Israel tidak seimbang karena zionis telah diakui sebagai anggota PBB sedangkan Palestina belum diakui, sehingga banyak halangan yang mengagalkan langkah Palestina untuk mewujudkan kedaulatan negaranya.

Indonesia juga meminta sejumlah negara anggota Gerakan Non-Blok untuk mengakui kedaulatan Palestina.

Sementara itu dukungan terhadap Palestina juga disampaikan sejumlah tokoh masyarakat Indonesia baru-baru ini.

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin sangat menyesalkan jika AS menggunakan hak vetonya terhadap Palestina.

"Itu menandakan standar ganda yang diberlakukan AS dan pernyataan Obama di Kairo hanya omong belaka," kata Din.

Menurut Din, jika AS tidak mengizinkan Palestina masuk ke dalam keanggotaan tetap PBB maka hal itu akan memperburuk citra AS di mata negara-negara Islam.

"Obama harus membuktikan pidatonya yang menyatakan ingin membuka hubungan dengan dunia Islam," kata Din.

Sementara itu mantan ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Hasyim Muzadi menyatakan jika negara Paman Sam melakukan veto maka akan memperjelas ketimpangan negara yang selalu berkampanye menegakkan HAM di dunia itu.

Indonesia menurut dia harus mengedepankan nilai Pembukaan UUD 1945 yang antipenjajahan sehingga mengharuskan Indonesia untuk melawan ketidakadilan dan mendamaikan dunia.

"Itu hukumnya wajib, berhasil atau tidak urusan belakang," kata Hasyim.

Hasyim yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Asosiasi Cendekiawan Islam Internasional (ICIS) kepada ANTARA mengatakan bahwa ICIS telah banyak mengadakan forum guna mendukung kemerdekaan Palestina.

Selain itu anggota Komisi I DPR RI Muhammad Nadjib mengatakan jika Palestina gagal disetujui menjadi anggota tetap PBB, maka negara itu dapat menempuhnya melalui persetujuan dari negara-negara anggota PBB dalam Sidang Umum PBB nanti.

Menurut dia, dengan persetujuan tersebut Palestina dapat menaikkan statusnya dari "pengamat entitas" menjadi state observer atau negara non-anggota yang kedudukannya sama dengan lembaga PBB lainnya.

Jadi tidak ada alasan bagi AS untuk menerapkan standar ganda dan Palestina dapat menggunakan cara lain untuk mendapat pengakuan kedaulatan bagi negaranya. 

Sumber : AntaraNews


Sumber : http://www.indonesianvoices.info/2011/10/indonesia-dukung-penuh-kemerdekaan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar