Sabtu, 11 Februari 2012

Alamanank Simalungun

Almanak yang berbentuk beberapa peletah yang dibuat dari bambu. Almanak ini lebih berfungi untuk ilmu astrologi, fengshui dan hongshui ala Simalungun

Almanak merupakan suatu publikasi tahunan yang mengandung informasi tabular pada suatu atau beberapa topik yang disusun sesuai dengan kala tertentu. Data astronomi dan berbagai jenis statistik juga ditemukan pada almanak, seperti waktu terbit dan tenggelamnya matahari dan bulan, gerhana, waktu pasang tinggi, perayaan keagamaan, garis waktu, dan sebagainya. Dengan kata lain kita biasanya menyebut dengan kalender.
Pada zaman Tiongkok kuno, penerbitan susunan almanak adalah salah satu lambang kekuasaan kaisar, maka pergantian dinasti kadang-kadang juga mengganti nama tahun, mengganti almanak. Sejak dinasti Qin (221–207 SM) dan dinasti Han (206 SM–220 M), kira-kira sudah lebih dari 100 macam almanak.
Kaisar Romawi pada tahun 47 SM menetapkan kalender dengan ketentuan bahwa satu tahun berumur 365 hari dengan kelebihan 6 jam setiap tahun, setiap tahun yang keempat atau angkanya habis dibagi 4 maka umurnya menjadi 366 hari disebut tahun kabisat yaitu tahun panjang, sedangkan tahun biasa berumur 365 hari. Cara menetapkannya ialah apabila tahun tersebut habis dibagi 4 berarti tahun kabisat. Misalnya tahun 1995 : 4 = 498,7 bukan tahun kabisat sedangkan tahun 1996 : 4 = 499 adalah tahun kabisat. Perkembangan selanjutnya pada abad ke-16 terjadi pergeseran dari biasanya yaitu musim semi yang biasanya jatuh pada tanggal 21 Maret telah maju jauh, maka dilakukan suatu koreksi. Apabila sebelum perhitungan satu tahun adalah 365,25 hari maka sejak saat itu satu tahun menjadi 365,2425 hari. Itu berdasar pada perhitungan bahwa revolusi bumi bukan 365 hari lebih 6 jam tetapi tepatnya 365 hari 5 jam 56 menit atau 365 hari lebih 6 jam kurang 4 menit.
Awal tahun Masehi merujuk kepada tahun yang dianggap sebagai tahun kelahiran Isa Al-Masih karena itu kalender ini dinamakan Masihiyah atau Yesus dari Nazaret. Kebalikannya, istilah Sebelum Masehi (SM) merujuk pada masa sebelum tahun tersebut. Kata Masehi (disingkat M) dan Sebelum Masehi (disingkat SM) biasanya merujuk kepada tarikh tahun menurut Kalender Gregorian. Kata ini berasal dari Bahasa Arab. Sistem penanggalan yang merujuk pada awal tahun
Masehi ini mulai diadopsi di Eropa Barat selama abad ke-8.
Meskipun tahun 1 dianggap sebagai tahun kelahiran Yesus, namun bukti-bukti historis terlalu sedikit untuk mendukung hal tersebut. Para ahli menanggali kelahiran Yesus secara bermacam-macam, dari 18 SM hingga 7 SM. Sejarawan tidak mengenal tahun 0 ─ 1 M adalah tahun pertama sistem Masehi dan tepat setahun sebelumnya adalah tahun 1 SM. Dalam perhitungan sains, khususnya dalam penanggalan tahun astronomis, hal ini menimbulkan masalah karena tahun Sebelum Masehi dihitung dengan menggunakan angka 0, maka dari itu terdapat selisih 1 tahun di antara kedua sistem.
Di Indonesia tahun Masehi digunakan secara resmi sebagai Kalender rujukan. Selain itu, masyarakat juga mengenal tahun Hijriyah/tahun Jawa dan tahun Imlek/tahun Tionghoa. Walau leluhur bangsa ini juga banyak mengenal sistem almanak sebagai kekayaan lokal yang harus dilestarikan.
KALENDER SIMALUNGUN
Tidak  diketahu pasti, sejak kapan Kalender Simalungun (Parhalaan) mulai dipakai. Bahkan angka tahun juga tidak tertera. Parhalaan justru lebih popular dewasa itu untuk dunia spiritual daripada penanggalan data.
Dalam Pustaha yang ditemukan di Talang Tua, yang ditulis pada tanggal Mudaha Ni Mangadop (11) bulan Sipaha Opat (4) tahun 686M (608 Saka), ditulis dalam bahasa lingua franca Sriwijaya dan Nagur, begini bunyinya:
“Syaka warsyatita 608 ding pratipada tahun saka leat 608 dina parmula syukpalaksya wulon waisyaka tatkalanya mudaha ni poltak bulan sipaha opat hatihani yang mangmang sumpah ini nipahat di welanya yang wala shariwidjaya kaliwat hatihani bola sariwidjaya leat manapik yang bhuni Jawa tidak bakti mengalah bumi Jawa naso tunduk ka Syariwidjaya hu ariwidjaya”.
Jika kita artikan dalam gaya tutur bahasa Simalungun, begini jadinya: “Sanggah bani mudaha ni Popoltak (mangadop) tahun saka 608 na salpu bulan sipaha ompat, panorang aima bulawan on iuhirhon sangat dunghonsa (dobkonsi) ialah bala ni ariwidjaya tanoh Jawa nao tunduk hu bani sariwidjaya”.
Disebutkan ‘mudaha ni Poltak Bulan Sipaha Opat’, menandakan kalau Kalender simalungun (Parhalaan) sudah dipakai dikala itu.
Mirip dengan tahun hijriyah, Almanak Simalungun (Parhalaan), penentuan dimulainya sebuah hari (Ari) pada Almanak Simalungun berbeda dengan Almanak Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari/tanggal dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Simalungun, sebuah ari dimulai ketika terbenamnya matahari.
Parhalaan Simalungun dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender lunar, memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari).Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Parhalaan Simalungun lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi.
Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam Parhalaan Simalungun bergantung pada posisi bulan, bumi dan matahari. Usia bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru di titik apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya dengan matahari. Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di jarak terdekat bulan dengan bumi, dengan bumi berada di titik terjauhnya dari matahari. dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap melainkan berubah-ubah, bisa 29 atau 30 hari, sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit tersebut.
Penentuan awal bulan  Parhalaan Simalungun ditandai dengan munculnya penampakan (visibilitas) Bulan Sabit pertama kali setelah bulan baru. Pada fase ini, Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari, sehingga posisi bulan sabit terkecil yang dapat dilihat oleh mata manusia beberapa saat setelah matahari terbenam, berada di ufuk barat. Jika hal ini tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari.
Semuanya tergantung pada penampakan bulan sabit terkecil saat matahari terbenam.
Pada bulan Pebruari 2009 lalu, menurut perhitungan saya melalui Parhalaan Simalungun, tanggal 26 Pebruari 2009 bertepatan dengan hari Dittia bulan Sipaha Sada, sebagai tahun baru Simalungun.
GORAN NI ARIJika dalam Kalender Masehi dan Kalender Hijriyah ditemukan sebanyak tujuh nama hari, dari minggu hingga sabtu, maka berbeda dengan Kalender Simalungun. Simalungun mengenal 30 (tiga puluh) nama hari.
Berikut ini 30 nama hari dalam sebulan menurut Parhalaan Simalungun, yaitu:
  1. Adintiya
  2. Suma
  3. Anggara
  4. Mudaha
  5. Boraspati
  6. Sihora
  7. Samisara
  8. Tuan Nayok
  9. Suma ni Siah (Suma ni Mangadop)
  10. Anggara Sampuluh
  11. Mudaha ni Mangadop (Mudaha ni Poltak)
  12. Boraspati ni Tangkop
  13. Sihora Purasa
  14. Samisara Purasa
  15. Tula
  16. Suma ni Holom
  17. Anggara ni Holom
  18. Mudaha ni Holom
  19. Boraspati ni Holom
  20. Sihora Dua Puluh
  21. Samisara Bona Turun
  22. Tuan Nangga
  23. Suma ni Matei
  24. Anggara ni Matei
  25. Mudaha ni Gok
  26. Boraspati ni Gok
  27. Sihora Duduk
  28. Samisara Marhulung (Samiara Bulan Matei)
  29. Hurung
  30. Likkar
Jika bulan menunjukkan jumlah 29 (dua puluh sembilan), maka hari Hurung tidak diikutkan, tetapi dari hari Samisara Marhulung langsung ke hari Likkar.
Ada beberapa kosakata Sansekerta yang mungkin sama atau teradaptasi dalam Goran-goran ni Ari ini. Sebutlah Adintiya, Aditya adalah kelompok Dewa matahari dalam Hinduime, putera dari Aditi dan Kashyapa. Di Jawa, hari Anggara diselarakan dengan hari selasa yang juga merupakan hari ketiga.
GORAN NI BULAN PARHALAAN
  1. Sipaha Sada
  2. Sipaha Dua
  3. Sipaha Tolu
  4. Sipaha Oppat
  5. Sipaha Lima
  6. Sipaha Onom
  7. Sipaha Pitu
  8. Sipaha Ualuh
  9. Sipaha Siah
  10. Sipaha Sampluh
  11. Luyu
  12. Luyu Tang Tang

Penulis M Muhar Omtatok
Sumber : http://halibitonganomtatok.wordpress.com

Sumber :  http://simalungunonline.com/alamanank-simalungun.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar