Minggu, 25 Maret 2012

Pulau Indonesia yang Sangat Kaya Raya sejak Masa Peradaban Kuno

Masa lampau Indonesia sangat kaya raya. Ini dibuktikan oleh informasi dari berbagai sumber kuno. Kali ini kami akan membahas kekayaan tiap pulau yang ada di Indonesia. Pulau-pulau itu akan kami sebutkan menjadi tujuh bagian besar yaitu Sumatera, Jawa, Kepulauan Sunda kecil, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Papua.
Sumatera – Pulau Emas

Dalam berbagai prasasti, pulau Sumatera disebut dengan nama Sansekerta: Suwarnadwipa (“pulau emas”) atau Suwarnabhumi (“tanah emas”). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Sumatera juga dikenal sebagai pulau Andalas.
Pada masa Dinasti ke-18 Fir’aun di Mesir (sekitar 1.567SM-1.339SM), di pesisir barat pulau sumatera telah ada pelabuhan yang ramai, dengan nama Barus. Barus (Lobu Tua – daerah Tapanuli) diperkirakan sudah ada sejak 3000 tahun sebelum Masehi. Barus dikenal karena merupakan tempat asal kapur barus. Ternyata kamper atau kapur barus digunakan sebagai salah satu bahan pengawet mummy Fir’aun Mesir kuno.
Di samping Barus, di Sumatera terdapat juga kerajaan kuno lainnya. Sebuah manuskrip Yahudi Purba menceritakan sumber bekalan emas untuk membina negara kota Kerajaan Nabi Sulaiman diambil dari sebuah kerajaan purba di Timur Jauh yang dinamakan Ophir. Kemungkinan Ophir berada di Sumatera Barat. Di Sumatera Barat terdapat gunung Ophir. Gunung Ophir (dikenal juga dengan nama G. Talamau) merupakan salah satu gunung tertinggi di Sumatera Barat, yang terdapat di daerah Pasaman. Kabarnya kawasan emas di Sumatera yang terbesar terdapat di Kerajaan Minangkabau. Menurut sumber kuno, dalam kerajaan itu terdapat pegunungan yang tinggi dan mengandung emas. Konon pusat Kerajaan Minangkabau terletak di tengah-tengah galian emas. Emas-emas yang dihasilkan kemudian diekspor dari sejumlah pelabuhan, seperti Kampar, Indragiri, Pariaman, Tikus, Barus, dan Pedir. Di Pulau Sumatera juga berdiri Kerajaan Srivijaya yang kemudian berkembang menjadi Kerajaan besar pertama di Nusantara yang memiliki pengaruh hingga ke Thailand dan Kamboja di utara, hingga Maluku di timur.
Kini kekayaan mineral yang dikandung pulau Sumatera banyak ditambang. Banyak jenis mineral yang terdapat di Pulau Sumatera selain emas. Sumatera memiliki berbagai bahan tambang, seperti batu bara, emas, dan timah hitam. Bukan tidak mungkin sebenarnya bahan tambang seperti emas dan lain-lain banyak yang belum ditemukan di Pulau Sumatera. Beberapa orang yakin sebenarnya Pulau Sumatera banyak mengandung emas selain dari apa yang ditemukan sekarang. Jika itu benar maka Pulau Sumatera akan dikenal sebagai pulau emas kembali.
Jawa – Pulau Padi

Dahulu Pulau Jawa dikenal dengan nama JawaDwipa. JawaDwipa berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti “Pulau Padi” dan disebut dalam epik Hindu Ramayana. Epik itu mengatakan “Jawadwipa, dihiasi tujuh kerajaan, Pulau Emas dan perak, kaya dengan tambang emas”, sebagai salah satu bagian paling jauh di bumi. Ahli geografi Yunani, Ptolomeus juga menulis tentang adanya “negeri Emas” dan “negeri Perak” dan pulau-pulau, antara lain pulau “”Iabadiu” yang berarti “Pulau Padi”.
Ptolomeus menyebutkan di ujung barat Iabadiou (Jawadwipa) terletak Argyre (kotaperak). Kota Perak itu kemungkinan besar adalah kerajaan Sunda kuno, Salakanagara yang terletak di barat Pulau Jawa. Salakanagara dalam sejarah Sunda (Wangsakerta) disebut juga Rajatapura. Salaka diartikan perak sedangkan nagara sama dengan kota, sehingga Salakanagara banyak ditafsirkan sebagai Kota perak.
Di Pulau Jawa ini juga berdiri kerajaan besar Majapahit. Majapahit tercatat sebagai kerajaan terbesar di Nusantara yang berhasil menyatukan kepulauan Nusantara meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Borneo, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan sebagian kepulauan Filipina. Dalam catatan Wang Ta-yuan, komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga. Selain itu, catatan kunjungan biarawan Roma tahun 1321, Odorico da Pordenone, menyebutkan bahwa istana Raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata.
Menurut banyak pakar, pulau tersubur di dunia adalah Pulau Jawa. Hal ini masuk akal, karena Pulau Jawa mempunyai konsentrasi gunung berapi yang sangat tinggi. Banyak gunung berapi aktif di Pulau Jawa. Gunung inilah yang menyebabkan tanah Pulau Jawa sangat subur dengan kandungan nutrisi yang di perlukan oleh tanaman.
Raffles pengarang buku The History of Java merasa takjub pada kesuburan alam Jawa yang tiada tandingnya di belahan bumi mana pun. “Apabila seluruh tanah yang ada dimanfaatkan,” demikian tulisnya, “bisa dipastikan tidak ada wilayah di dunia ini yang bisa menandingi kuantitas, kualitas, dan variasi tanaman yang dihasilkan pulau ini.”
Kini pulau Jawa memasok 53 persen dari kebutuhan pangan Indonesia. Pertanian padi banyak terdapat di Pulau Jawa karena memiliki kesuburan yang luar biasa. Pulau Jawa dikatakan sebagai lumbung beras Indonesia. Jawa juga terkenal dengan kopinya yang disebut kopi Jawa. Curah hujan dan tingkat keasaman tanah di Jawa sangat pas untuk budidaya kopi. Jauh lebih baik dari kopi Amerika Latin ataupun Afrika.
Hasil pertanian pangan lainnya berupa sayur-sayuran dan buah-buahan juga benyak terdapat di Jawa, misalnya kacang tanah, kacang hijau, daun bawang, bawang merah, kentang, kubis, lobak, petsai, kacang panjang, wortel, buncis, bayam, ketimun, cabe, terong, labu siam, kacang merah, tomat, alpokat, jeruk, durian, duku, jambu biji, jambu air, jambu bol, nenas, mangga, pepaya, pisang, sawo, salak,apel, anggur serta rambutan. Bahkan di Jawa kini dicoba untuk ditanam gandum dan pohon kurma. Bukan tidak mungkin jika lahan di Pulau Jawa dipakai dan diolah secara maksimal untuk pertanian maka Pulau Jawa bisa sangat kaya hanya dari hasil pertanian.
Kepulauan Sunda kecil (Bali, NTB dan NTT) – Kepulauan Wisata

Ptolemaeus menyebutkan, ada tiga buah pulau yang dinamai Sunda yang terletak di sebelah timur India. Berdasarkan informasi itu kemudian ahli-ahli ilmu bumi Eropa menggunakan kata Sunda untuk menamai wilayah dan beberapa pulau di timur India. Sejumlah pulau yang kemudian terbentuk di dataran Sunda diberi nama dengan menggunakan istilah Sunda pula yakni Kepulauan Sunda Besar dan Kepulauan Sunda Kecil. Kepulauan Sunda Besar ialah himpunan pulau besar yang terdiri dari Sumatera, Jawa, Madura dan Kalimantan. Sedangkan Sunda Kecil merupakan gugusan pulau Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, dan Timor.
Daerah Kepulauan Sunda kecil ini dikenal sebagai daerah wisata karena keindahan alamnya yang menakjubkan. Sejak dulu telah ada yang berwisata ke daerah ini. Perjalanan Rsi Markandiya sekitar abad 8 dari Jawa ke Bali, telah melakukan perjalanan wisata dengan membawa misi-misi keagaman. Demikian pula Empu Kuturan yang mengembangkan konsep Tri Sakti di Bali datang sekitar abad 11. Pada tahun 1920 wisatawan dari Eropa mulai datang ke Bali. Bali di Eropa dikenal juga sebagai the Island of God.
Di Tempat lain di Kepulauan Sunda Kecil tepatnya di daerah Nusa Tenggara Barat dikenal dari hasil ternaknya berupa kuda, sapi, dan kerbau. Kuda Nusa tenggara sudah dikenal dunia sejak ratusan tahun silam. Abad 13 M Nusa Tenggara Barat telah mengirim kuda-kuda ke Pulau Jawa. Nusa Tenggara Barat juga dikenal sebagai tempat pariwisata raja-raja. Raja-raja dari kerajaan Bali membangun Taman Narmada pada tahun 1727 M di daerah Pulau Lombok untuk melepas kepenatan sesaat dari rutinitas di kerajaan.
Daerah Sunda Kecil yang tidak kalah kayanya adalah Nusa Tenggara Timur, karena di daerah ini terdapat kayu cendana yang sangat berharga. Cendana adalah tumbuhan asli Indonesia yang tumbuh di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Cendana dari Nusa Tenggara Timur telah diperdagangkan sejak awal abad masehi. Sejak awal abad masehi, banyak pedagang dari wilayah Indonesia bagian barat dan Cina berlayar ke berbagai wilayah penghasil cendana di Nusa Tenggara Timur terutama Pulau Sumba dan Pulau Timor. Konon Nabi Sulaiman memakai cendana untuk membuat tiang-tiang dalam bait Sulaiman, dan untuk alat musik. Nabi Sulaiman mengimpor kayu ini dari tempat-tempat yang jauh yang kemungkinan cendana tersebut berasal dari Nusa Tenggara Timur.
Kini Kepulauan Sunda kecil ini merupakan tempat pariwisata yang terkenal di dunia. Bali merupakan pulau terindah di dunia. Lombok juga merupakan salah satu tempat terindah di dunia. Sementara itu di Nusa tenggara Timur terdapat Pulau yang dihuni binatang purba satu-satunya di dunia yang masih hidup yaitu komodo. Kepulauan Sunda kecil merupakan tempat yang misterius dan sangat menawan. Kepulauan ini bisa mendapat banyak kekayaan para pelancong dari seluruh dunia jika dikelola secara maksimal.
Kalimantan – Pulau Lumbung energi

Dahulu nama pulau terbesar ketiga di dunia ini adalah Warunadwipa yang artinya Pulau Dewa Laut. Kalimantan dalam berita-berita China (T’ai p’ing huan yu chi) disebut dengan istilah Chin li p’i shih. Nusa Kencana” adalah sebutan pulau Kalimantan dalam naskah-naskah Jawa Kuno. Orang Melayu menyebutnya Pulau Hujung Tanah (P’ulo Chung). Borneo adalah nama yang dipakai oleh kolonial Inggris dan Belanda.
Pada zaman dulu pedagang asing datang ke pulau ini mencari komoditas hasil alam berupa kamfer, lilin dan sarang burung walet melakukan barter dengan guci keramik yang bernilai tinggi dalam masyarakat Dayak. Para pendatang India maupun orang Melayu memasuki muara-muara sungai untuk mencari lahan bercocok tanam dan berhasil menemukan tambang emas dan intan di Pulau ini.
Di Kalimantan berdiri kerajaan Kutai. Kutai Martadipura adalah kerajaan tertua bercorak Hindu di Nusantara. Nama Kutai sudah disebut-sebut sejak abad ke 4 (empat) pada berita-berita India secara tegas menyebutkan Kutai dengan nama “Quetaire” begitu pula dengan berita Cina pada abat ke 9 (sembilan) menyebut Kutai dengan sebutan “Kho They” yang berarti kerajaan besar. Dan pada abad 13 (tiga belas) dalam kesusastraan kuno Kitab Negara Kertagama yang disusun oleh Empu Prapanca ditulis dengan istilah “Tunjung Kute”. Peradaban Kutai masa lalu inilah yang menjadi tonggak awal zaman sejarah di Indonesia.
Kini Pulau Kalimantan merupakan salah satu lumbung sumberdaya alam di Indonesia memiliki beberapa sumberdaya yang dapat dijadikan sebagai sumber energi, diantaranya adalah batubara, minyak, gas dan geothermal. Hutan Kalimantan mengandung gambut yang dapat digunakan sebagai sumber energi baik untuk pembangkit listrik maupun pemanas sebagai pengganti batu bara. Yang luar biasa ternyata Kalimantan memiliki banyak cadangan uranium yang bisa dipakai untuk pembangkit listrik tenaga nuklir. Disamping itu Kalimantan juga memiliki potensi lain yakni sebagai penyedia sumber energi botani atau terbaharui. Sumber energi botani atau bioenergi ini adalah dari CPO sawit. Pulau Kalimantan memang sangat kaya.
Sulawesi – Pulau besi

Orang Arab menyebut Sulawesi dengan nama Sholibis. Orang Belanda menyebut pulau ini dengan nama Celebes. Pulau ini telah dihuni oleh manusia sejak 30.000 tahun yang lalu terbukti dengan adanya peninggalan purba di Pulau ini. Contohnya lokasi prasejarah zaman batu Lembah Besoa.
Nama Sulawesi konon berasal dari kata ‘Sula’ yang berarti pulau dan ‘besi’. Pulau Sulawesi sejak dahulu adalah penghasil bessi (besi), sehingga tidaklah mengherankan Ussu dan sekitar danau Matana mengandung besi dan nikkel. Di sulawesi pernah berdiri Kerajaan Luwu yang merupakan salah satu kerajaan tertua di Sulawesi. Wilayah Luwu merupakan penghasil besi. Bessi Luwu atau senjata Luwu (keris atau kawali) sangat terkenal akan keampuhannya, bukan saja di Sulawesi tetapi juga di luar Sulawesi. Dalam sejarah Majapahit, wilayah Luwu merupakan pembayar upeti kerajaan, selain dikenal sebagai pemasok utama besi ke Majapahit, Maluku dan lain-lain. Menurut catatan yang ada, sejak abad XIV Luwu telah dikenal sebagai tempat peleburan besi.
Di Pulau Sulawesi ini juga pernah berdiri Kerajaan Gowa Tallo yang pernah berada dipuncak kejayaan yang terpancar dari Sombaopu, ibukota Kerajaan Gowa ke timur sampai ke selat Dobo, ke utara sampai ke Sulu, ke barat sampai ke Kutai dan ke selatan melalui Sunda Kecil, diluar pulau Bali sampai ke Marege (bagian utara Australia). Ini menunjukkan kekuasaan yang luas meliputi lebih dari 2/3 wilayah Nusantara.
Selama zaman yang makmur akan perdagangan rempah-rempah pada abad 15 sampai 19, Sulawesi sebagai gerbang kepulauan Maluku, pulau yang kaya akan rempah-rempah. Kerajaan besar seperti Makasar dan Bone seperti yang disebutkan dalam sejarah Indonesia timur, telah memainkan peranan penting. Pada abad ke 14 Masehi, orang Sulawesi sudah bisa membuat perahu yang menjelajahi dunia. Perahu pinisi yang dibuat masyarakat Bugis pada waktu itu sudah bisa berlayar sampai ke Madagaskar di Afrika, suatu perjalanan mengarungi samudera yang memerlukan tekad yang besar dan keberanian luar biasa. Ini membuktikan bahwa suku Bugis memiliki kemampuan membuat perahu yang mengagumkan, dan memiliki semangat bahari yang tinggi. Pada saat yang sama Vasco da Gama baru memulai penjelajahan pertamanya pada tahun 1497 dalam upaya mencari rempah-rempah, dan menemukan benua-benua baru di timur, yang sebelumnya dirintis Marco Polo.
Sampai saat ini Sulawesi sangat kaya akan bahan tambang meliputi besi, tembaga, emas, perak, nikel, titanium, mangan semen, pasir besi/hitam, belerang, kaolin dan bahan galian C seperti pasir, batu, krikil dan trass. Jika saja dikelola dengan baik demi kemakmuran rakyat maka menjadi kayalah seluruh orang Sulawesi.
Maluku – Kepulauan rempah-rempah

Maluku memiliki nama asli “Jazirah al-Mulk” yang artinya kumpulan/semenanjung kerajaan yang terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil. Maluku dikenal dengan kawasan Seribu Pulau serta memiliki keanekaragaman sosial budaya dan kekayaan alam yang berlimpah. Orang Belanda menyebutnya sebagai ‘the three golden from the east’ (tiga emas dari timur) yakni Ternate, Banda dan Ambon. Sebelum kedatangan Belanda, penulis dan tabib Portugis, Tome Pirez menulis buku ‘Summa Oriental’ yang telah melukiskan tentang Ternate, Ambon dan Banda sebagai ‘the spices island’.
Pada masa lalu wilayah Maluku dikenal sebagai penghasil rempah-rempah seperti cengkeh dan pala. Cengkeh adalah rempah-rempah purbakala yang telah dikenal dan digunakan ribuan tahun sebelum masehi. Pohonnya sendiri merupakan tanaman asli kepulauan Maluku (Ternate dan Tidore), yang dahulu dikenal oleh para penjelajah sebagai Spice Islands.
Pada 4000 tahun lalu di kerajaan Mesir, Fir’aun dinasti ke-12, Sesoteris III. Lewat data arkeolog mengenai transaksi Mesir dalam mengimpor dupa, kayu eboni, kemenyan, gading, dari daratan misterius tempat “Punt” berasal. Meski dukungan arkeologis sangat kurang, negeri “Punt” dapat diidentifikasi setelah Giorgio Buccellati menemukan wadah yang berisi benda seperti cengkih di Efrat tengah. Pada masa 1.700 SM itu, cengkih hanya terdapat di kepulauan Maluku, Indonesia. Pada abad pertengahan (sekitar 1600 Masehi) cengkeh pernah menjadi salah satu rempah yang paling popular dan mahal di Eropa, melebihi harga emas.
Selain cengkeh, rempah-rempah asal Maluku adalah buah Pala. Buah Pala (Myristica fragrans) merupakan tumbuhan berupa pohon yang berasal dari kepulauan Banda, Maluku. Akibat nilainya yang tinggi sebagai rempah-rempah, buah dan biji pala telah menjadi komoditi perdagangan yang penting pada masa Romawi. Melihat mahalnya harga rempah-rempah waktu itu banyak orang Eropa kemudian mencari Kepulauan rempah-rempah ini. Sesungguhnya yang dicari Christoper Columbus ke arah barat adalah jalan menuju Kepulauan Maluku, ‘The Island of Spices’ (Pulau Rempah-rempah), meskipun pada akhirnya Ia justru menemukan benua baru bernama Amerika. Rempah-rempah adalah salah satu alasan mengapa penjelajah Portugis Vasco Da Gama mencapai India dan Maluku.
Kini sebenarnya Maluku bisa kembali berjaya dengan hasil pertaniannya jika terus dikembangkan dengan baik. Maluku bisa kaya raya dengan hasil bumi dan lautnya.
Papua – Pulau surga

Papua adalah pulau terbesar kedua di dunia. Pada sekitar Tahun 200 M , ahli Geography bernama Ptolamy menyebutnya dengan nama LABADIOS. Pada akhir tahun 500 M, pengarang Tiongkok bernama Ghau Yu Kua memberi nama TUNGKI, dan pada akhir tahun 600 M, Kerajaan Sriwijaya menyebut nama Papua dengan menggunakan nama JANGGI. Tidore memberi nama untuk pulau ini dan penduduknya sebagai PAPA-UA yang sudah berubah dalam sebutan menjadi PAPUA. Pada tahun 1545, Inigo Ortiz de Retes memberi nama NUEVA GUINEE dan ada pelaut lain yang memberi nama ISLA DEL ORO yang artinya Pulau Emas. Robin Osborne dalam bukunya, Indonesias Secret War: The Guerilla Struggle in Irian Jaya (1985), menjuluki provinsi paling timur Indonesia ini sebagai surga yang hilang.
Tidak diketahui apakah pada peradaban kuno sebelum masehi di Papua telah terdapat kerajaan. Bisa jadi zaman dahulu telah terdapat peradaban maju di Papua. Pada sebuah konferensi tentang lampu jalan dan lalulintas tahun 1963 di Pretoria (Afrika Selatan), C.S. Downey mengemukakan tentang sebuah pemukiman terisolir di tengah hutan lebat Pegunungan Wilhelmina (Peg. Trikora) di Bagian Barat New Guinea (Papua) yang memiliki sistem penerangan maju. Para pedagang yang dengan susah payah berhasil menembus masuk ke pemukiman ini menceritakan kengeriannya pada cahaya penerangan yang sangat terang benderang dari beberapa bulan yang ada di atas tiang-tiang di sana. Bola-bola lampu tersebut tampak secara aneh bersinar setelah matahari mulai terbenam dan terus menyala sepanjang malam setiap hari. Kita tidak tahu akan kebenaran kisah ini tapi jika benar itu merupakan hal yang luar biasa dan harus terus diselidiki.
Papua telah dikenal akan kekayaan alamnya sejak dulu. Pada abad ke-18 Masehi, para penguasa dari kerajaan Sriwijaya, mengirimkan persembahan kepada kerajaan China. Di dalam persembahan itu terdapat beberapa ekor burung Cendrawasih, yang dipercaya sebagai burung dari taman surga yang merupakan hewan asli dari Papua. Dengan armadanya yang kuat Sriwijaya mengunjungi Maluku dan Papua untuk memperdagangkan rempah – rempah, wangi – wangian, mutiara dan bulu burung Cenderawasih. Pada zaman Kerajaan Majapahit sejumlah daerah di Papua sudah termasuk dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Pada abad XVI Pantai Utara sampai Barat daerah Kepala Burung sampai Namatota ( Kab.Fak-fak ) disebelah Selatan, serta pulau – pulau disekitarnya menjadi daerah kekuasaan Sultan Tidore.
Tanah Papua sangat kaya. Tembaga dan Emas merupakan sumber daya alam yang sangat berlimpah yang terdapat di Papua. Papua terkenal dengan produksi emasnya yang terbesar di dunia dan berbagai tambang dan kekayaan alam yang begitu berlimpah. Papua juga disebut-sebut sebagai surga kecil yang jatuh ke bumi. Papua merupakan surga keanekaragaman hayati yang tersisa di bumi saat ini. Pada tahun 2006 diberitakan suatu tim survei yang terdiri dari penjelajah Amerika, Indonesia dan Australia mengadakan peninjauan di sebagian daerah pegunungan Foja Propinsi Papua Indonesia. Di sana mereka menemukan suatu tempat ajaib yang mereka namakan “dunia yang hilang”,dan “Taman Firdaus di bumi”, dengan menyaksikan puluhan jenis burung, kupu-kupu, katak dan tumbuhan yang belum pernah tercatat dalam sejarah. Jika dikelola dengan baik, orang Papua pun bisa lebih makmur dengan kekayan alam yang melimpah tersebut.


Demikianlah sedikit tulisan mengenai pulau-pulau di Indonesia yang sangat kaya. Dari tulisan tersebut sebenarnya Indonesia sudah dikenal sebagai bumi yang kaya sejak zaman peradaban kuno. Kita tidak tahu peradaban kuno apa yang sebenarnya telah ada di Kepulauan Nusantara ini. Bisa jadi telah ada peradaban kuno dan makmur di Indonesia ini yang tidak tercatat sejarah.
Ilmuwan Brazil Prof. Dr. Aryso Santos, menegaskan teori bahwa Atlantis itu adalah wilayah yang sekarang disebut Indonesia. Indonesia adalah wilayah yang dianggap sebagai ahli waris Atlantis. Plato menyebutkan bahwa Atlantis adalah negara makmur yang bermandi matahari sepanjang waktu.

Oppenheimer dalam buku “Eden in the East: the Drowned Continent of Southeast Asia”, mengajukan bahwa Sundaland (Indonesia) adalah Taman Firdaus (Taman Eden). bahwa Taman Firdaus (Eden) itu bukan di Timur Tengah, tetapi justru di Sundaland. Indonesia memang merupakan lahan yang subur dan indah yang terletak di jalur cincin api (pacific ring of fire), yang ditandai keberadaan lebih dari 500 gunung berapi di Indonesia. Indonesia bisa saja disebut sebagai surga yang dikelilingi cincin api. Tapi terlepas dari benar atau tidaknya kita semua sepakat mengatakan bahwa sebenarnya Indonesia adalah negeri yang sangat kaya akan hasil bumi, laut maupun budayanya.
Kebudayaan asli Indonesia sudah berumur ribuan tahun sebelum peradaban Mesir maupun Mesopotamia mulai menulis di atas batu. Peradaban bangsa Indonesia mungkin memang tidak dimulai dengan tradisi tulisan, akan tetapi tradisi lisan telah hidup dan mengakar dalam jiwa masyarakat kuno bangsa kita.
Alam Indonesia yang kaya-raya dan dirawat dengan baik oleh nenek moyang kita juga menjadi salah satu faktor yang membuat kepulauan nusantara menjadi sumber perhatian dunia. Indonesia merupakan negara yang terletak di khatulistiwa yang memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah di samping letaknya yang strategis secara geografis. Sumber daya alam tersebut mulai dari kekayaan laut, hutan, hingga barang tambang yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Kini mulai banyak ditemukan tambang baru di Indonesia. Orang Indonesia akan terkejut dengan kekayaan alam apa lagi yang akan muncul dari dalam bumi Indonesia ini.
Bumi yang kaya ini jika dikelola dengan baik akan membuat setiap rakyat Indonesia bisa memperoleh kemakmuran yang luar biasa sehingga bisa jadi suatu saat rakyat Indonesia sudah tidak perlu dikenakan pajak seperti saat ini, dan segala fasilitas bisa dinikmati dengan gratis berkat dari kekayaan alam yang melimpah yang dibagi kepada rakyat secara adil. Yang dibutuhkan Indonesia adalah penguasa baik, adil dan pandai yang amat mencintai rakyat dan menolak segala bentuk kebijakan yang menyulitkan masyarakat. Sudah saatnya Indonesia bangkit menuju kejayaannya. Jika hal itu terlaksana Indonesia bisa menjadi negara paling kaya di dunia.

Sumber dari : http://suropeji.com/pulau-indonesia-yang-sangat-kaya-raya-sejak-masa-peradaban-kuno/

http://hotspot.lintas.me/go/suropeji.com/pulau-indonesia-yang-sangat-kaya-raya-sejak-masa-peradaban-kuno/

Minggu, 11 Maret 2012

Salah kaprah terhadap orang Batak

Salah kaprah #01:
Batak itu sebenarnya bukan suku, tapi sebuah klan (kalo gak salah sih). Ada lima suku yang terdapat dalam klan Batak, yakni Tapanuli, Karo, Simalungun, Mandailing, dan Pak Pak (bukan Pakpahan, lho. Pak Pak adalah suku, sedangkan Pakpahan adalah salah satu margapada suku batak tapanuli).


Salah kaprah #02:
Di Sumatera Utara sendiri, yang disebut sebagai "suku batak" HANYA suku Tapanuli (biasa juga disebut batak toba). Sedangkan suku-suku batak lainnya (Karo, Mandailing, Simalungun, dan Pak Pak), tidak pernah disebut sebagai Batak. Entah kenapa, orang-orang batak non-tapanulis ini tidak bersedia disebut sebagai "orang batak". Bagi mereka, batak itu HANYA identik dengan Tapanuli atau Toba. Selain itu, tidak!

Saya sendiri, ketika dulu masih tinggal di Sumatera Utara, tidak pernah menyebut diri saya sebagai orang Batak. Baru setelah merantau ke Jawa, saya selalu mengenalkan diri sebagai orang batak. Kenapa? Ini cuma demi alasan kepraktisan saja. Kalau saya mengaku sebagai "orang karo", orang akan bertanya tanya: apa itu karo? dari mana? dan sebagainya. Jadi agar pembicaraan tidak panjang dan bertele-tele, lebih baik mengaku sebagai orang batak saja. Beres!


Salah kaprah #03:
Orang selalu mengidentikkan 'batak' dengan kata-kata Horas, Bah, dan sebagainya. Padahal kata-kata seperti ini HANYA terdapat pada bahasa tapanuli. Pada suku batak lainnya (termasuk batak karo), bahasanya sudah berbeda. Jadi, saya sebenarnya sering kali merasa geli ketika ada orang yang menyapa saya dengan horas atau bah!

Perlu diketahui, perbedaan bahasa pada suku-buku batak tidaklah seperti perbedaan bahasa pada suku jawa. Orang solo dan orang surabaya, walau banyak bahasanya yang berbeda, namun mereka masih tetap saling mengerti jika ngobrol dengan bahasa masing-masing. Namun, pada bahasa batak tidaklah demikian. Bahasanya benar-benar berbeda. Jika misalnya ada orang tapanuli ngobrol dengan orang karo, mereka harus menggunakan bahasa indonesia agar bisa saling mengerti.


Salah kaprah #04:Dalam hal berbahasa, orang batak tapanuli biasa mengucapkan huruf e pepet (seperti pada kata-kata lemah, pecah, sekadar, dst), menjadie taling (seperti pada kata-kata pendek, belok, dst). Kebiasaan ini tidak berlaku pada suku batak lainnya. Dan lucunya, ketika ada orang yang tahu bahwa saya orang batak, mereka langsung menyapa saya dengan meniru kebiasaan orang batak tapanuli tersebut. Saya terpaksa tersenyum geli, karena saya orang batak karo. Dan dalam bahasa batak karo, hal-hal seperti ini sama sekali tidak dikenal.


Salah kaprah #05:
Saya seringkali jengkel karena sering ditanyai seperti ini:
"Marga Panjaitan itu islam atau kristen?"
"Nasution itu islam atau kristen?"
"Ginting itu islam atau kristen?"

Saya pikir, tidak ada hubungan antara marga dengan agama atau kepercayaan apapun. Marga adalah "warisan" yang diperoleh oleh setiap orang batak sejak ia lahir, dan tidak bisa diubah sampai kapan pun. Sedangkan agama/keyakinan adalah hak setiap individu. Mereka bisa pindah agama kapan saja mereka mau.

Jadi, pertanyaan seperti itu sebenarnya sangat tidak relevan. Memang sih, ada kecenderungan bahwa sebagian besar suku Batak Mandailing beragama islam, dan sebagai besar suku batak lainnya beragama kristen. Tapi dalam hal-hal seperti ini, kita tentu tidak bisa melakukan generalisasi.

Saya misalnya. Sebagian besar suku batak karo adalah beragama kristen. Tapi saya dan seluruh keluarga saya beragama islam. Demikian pula Bapak Tifakul Sembiring yang masih satu suku dengan saya (batak karo). Dia juga Islam, bahkan kini menjadi Pjs Presiden Partai Keadilan Sejahtera.


Salah kaprah #06:
Banyak orang yang mengira bahwa suku asli di sumatera utara hanyalah orang batak. Padahal, tidaklah demikian. Ada tiga suku asli yang berasal dari sumatera utara:
1. batak (yang terbagi atas lima suku).
2. melayu deli yang sebagian besar beragama islam.
3. nias (yang pulaunya baru saja terkena gempa).

Perlu diketahui pula bahwa warga sumatera utara tidak mayoritas beragama kristen (seperti yang diduga banyak orang). Menurut sensus yang pernah saya baca, 60 persen penduduk sumatera utara justru beragama islam.


Salah kaprah #07:
Banyak orang yang mengira bahwa penduduk asli di Medan (maksudnya kota Medan) adalah orang Batak. Ini adalah salah kaprah yang cukup kronis. Medan dan daerah-daerah di sekitarnya adalah termasuk wilayah Deli, dan penduduk aslinya adalah suku Melayu Deli.

Suku Batak sendiri berasal dari daerah-daerah lain.

Batak Mandailing
 misalnya, berasal dari Kabupaten Tapanuli Selatan (ibukotanya Padang Sidempuan) dan sekitarnya. Lokasinya dekat dengan Sumatera Barat. Mungkin inilah sebabnya, mayoritas suku Mandailing beragama Islam.

Batak Tapanuli/Toba berasal dari daerah yang cukup luas, mencakup Kabupaten Tapanuli Tengah dan Tapanuli Utara.

Batak Karo berasal dari Kabupaten Karo yang lokasinya sudah dekat dengan Propinsi Nangroe Aceh Darussalam, khususnya kabupaten Aceh Tenggara.

Batak Simalungun berasal dari Kabupaten Simalungun dan sekitarnya.

Batak Pakpak berasal dari kabupaten Dairi dan sekitarnya.

Memang, secara umum, kota Medan saat ini banyak dihuni oleh orang Batak. Tapi ini bukan berarti penduduk asli Medan adalah orang Batak. Sebagai analogi, Jakarta dihuni oleh orang-orang yang berasal dari beragam etnis dan kebangsaan, namun penduduk aslinya adalah orang Betawi.

Semoga bermanfaat dan maaf kalau ada yang tidak berkenan.


Sumber dari : http://jonru.multiply.com/journal/item/22

Sabtu, 10 Maret 2012

Kisah Indonesia dan Zona Waktunya

BOGOR, KOMPAS.com - Zona waktu ternyata ditetapkan bukan semata-mata atas pertimbangan geografis, tapi juga ekonomi. Indonesia ternyata telang berulangkali "mengutak-atik" zona waktu di wilayahnya atas berbagai pertimbangan. Di masa pra kemerdekaan, pemerintah Hindia Belanda kala itu telah mengubah zona waktu di wilayah nusantara sebanyak lima kali.
"Zaman kemerdekaan empat kali, tahun 1947, 1950-an sekian, tahun 1963. Dan semua ada alasan ekonomi politik tertentu," ungkap Edib Muslim, Kadiv Humas dan Promosi KP3EI (Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia), dalam workshop internalisasi MP3EI kepada insan pers, di Bogor, Sabtu (10/3/2012).
Pemerintah berencana menyatukan wilayah waktu Indonesia yang sekarang ini dibagi menjadi tiga zona waktu, yaitu Waktu Indonesia bagian Barat (WIB), Tengah (WITA), dan Timur (WIT). Rencananya, pemerintah akan memakai Wita sebagai patokan. Hal ini dilakukan, di antaranya, demi efisiensi birokrasi dan peningkatan daya saing ekonomi.
Tiga zona waktu yang kini membagi Indonesia dinilai tidak efektif. Misalnya, soal waktu dagang antara dunia usaha di zona WIT dan WIB. Perhitungan KP3EI, jika jam transaksi perdagangan umum di Jakarta dimulai pukul 09.00 WIB dan berakhir pukul 17.00 WIB, maka waktu efektif berdagang antara dunia usaha di WIT dan WIB hanya 4 jam.




Edib melanjutkan, demi alasan ekonomi, pada 1987 Bali keluar dari zona WIB dan masuk WITA. Alasannya, semata karena memperhitungkan sektor pariwisata. "Bali itu kita geser ke kanan (WITA) agar turis-turis Australia menginap semalam lagi. Kalau yang tambah menginap satu orang itu kecil, tapi kalo 100 ribu orang dikali 100 dollar AS berapa (besarnya)? Itu baru hotelnya, belum (pembelian) suvenirnya," tambah dia.
Perbedaan zona waktu memang bisa menimbulkan kerugian ekonomi. Batam, misalnya, setiap tahun harus kehilangan potensi Rp 100 miliar dari transaksi hotel karena turis asal Singapura harus pulang lebih awal akibat perbedaan waktu satu jam dengan Batam, Indonesia. "Seharusnya turis-turis Singapura yang datang ke Batam itu langsung kerja besok pagi dari Batam. Tapi, karena kita terlambat sejam (dalam zona waktu) mereka harus pulang dulu untuk besok pagi bisa kerja. Kalau semalam lagi turis-turis ini stay di Batam, berapa hotel di Batam yang penuh pada Minggu malamnya?" terang Edib.
Oleh karena itu, menurut dia, rencana pemerintah menyatukan zona waktu sebagai bagian dari Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) adalah ide positif. Ini bisa membantu Indonesia meningkatkan daya saing dalam ekonomi serta sosial-politik.
Pengaturan zona waktu ini juga telah dilakukan sejumlah negara seperti Rusia yang tengah mengubah 11 zona waktu menjadi 9 zona. Bahkan, sekarang ini sedang menyiapkan langkah menuju 4 zona. Begitu pula dengan China yang telah menetapkan satu zona waktu sejak tahun 1949.

Satunya Zona Waktu Membuat Ekonomi Tumbuh

KOMPAS/RIZA FATHONIBursa Efek Indonesia

BOGOR, KOMPAS.com - Kadiv Humas dan Promosi KP3EI (Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia), Edib Muslim, mengatakan penyatuan zona waktu di Indonesia bisa berdampak baik bagi pertumbuhan ekonomi. "(Penyatuan zona waktu) mudah-mudahan bisa mengangkat 20 persen PDB (Produk Domestik Bruto)," ujar Edib, dalam workshop internalisasi MP3EI kepada insan pers, di Bogor, Sabtu (10/3/2012).
Menjadi satunya tiga zona ekonomi (WIB, WITA, dan WIT), Edib menuturkan, akan banyak memberikan manfaat khususnya bagi sektor perekonomian. Misalnya saja, dengan penyatuan zona waktu maka pelaku usaha di wilayah timur Indonesia bisa masuk ke jam transaksi yang sama untuk melakukan transaksi perdagangan dengan wilayah lain di Indonesia. Karena tadinya wilayah Indonesia Timur berbeda dua jam dengan wilayah barat dan satu jam dengan wilayah tengah Indonesia.
Maksudnya, kata Edib, akan ada ruang transaksi yang lebih banyak bagi sekitar 50 juta masyarakat di kawasan tengah dan timur untuk bertransaksi dengan masyarakat di wilayah barat.
Pada sektor perbankan, misalnya, penyaluran kredit bisa bertambah seiring dengan satunya zona waktu. Dalam 3 jam penyaluran kredit bisa mencapai Rp 100 miliar, maka apabila ada penambahan jam transaksi karena penyesuaian waktu, jumlah kredit yang tersalurkan pun bisa bertambah.
Kemudian, satunya zona waktu bisa meningkatkan transaksi harian Bursa Efek Jakarta (BEJ) karena naiknya volume dan jumlah transaksi harian. Ini bisa terjadi karena adanya peralihan orientasi transaksi yang sebelumnya ke bursa Filiphina, Australia dan Singapura ke BEJ. Lalu, usaha sekuritas pun bertumbuh di wilayah timur.
"Sekarangkan akses mereka (pelaku usaha di wilayah timur Indonesia) ke ekonomi (wilayah) barat kecil sekali. Tadinya cuma 3 jam. BEJ (Bursa Efek Jakarta) cuma satu jam, setengah jam pagi, setengah jam sore. Tapi kalau itu bisa sama-sama (waktunya) kita joint, ya happy-lah," tambah Edib.
Manfaat-manfaat tersebut nantinya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Oleh sebab itu, menurut Edib, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, berharap penyatuan zona waktu ini bisa segera terlaksana.
Pemerintah menargetkan penyatuan zona waktu ini bisa berlaku mulai 17 Agustus mendatang. "Harapan kita, Pak Hatta juga mengharapkan lebih cepat lebih bagus. Karena bisa nggak ini bisa mem-bouncing ekonomi kita yang sebentar lagi tertekan karena (kenaikan harga) BBM dan sebagainya. Kalau ini bisa mengangkat produktivitas nasional kenapa tidak," kata Edib Muslim.

Wilayah Waktu Indonesia Akan Disatukan

Peta Indonesia
BOGOR, KOMPAS.com — Pemerintah berencana menyatukan wilayah waktu Indonesia yang sekarang ini dibagi menjadi tiga zona waktu, yaitu Waktu Indonesia bagian Barat (WIB), Tengah (Wita), dan Timur (WIT). Rencananya, pemerintah akan memakai Wita sebagai patokan. Hal ini dilakukan, di antaranya, demi efisiensi birokrasi dan peningkatan daya saing ekonomi.
"(Penyatuan waktu) untuk (peningkatan) national productivity yang tadinya kita hanya 190 juta penduduk yang jamnya sama (dalam zona WIB) sekarang 240 juta penduduk," sebut Edib Muslim, Kadiv Humas dan Promosi KP3EI (Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia), dalam workshop internalisasi MP3EI kepada insan pers, di Bogor, Sabtu (10/3/2012).
Sekarang ini, Indonesia terbagi dalam tiga zona waktu. Selisih antara zona waktu yakni satu jam. Ini dinilai pemerintah tidak efektif, misalnya, dalam waktu dagang antara dunia usaha di zona WIT dan WIB. Perhitungan KP3EI, jika jam transaksi perdagangan umum di Jakarta dimulai pukul 09.00 WIB dan berakhir pukul 17.00 WIB, maka waktu efektif berdagang antara dunia usaha di WIT dan WIB hanya 4 jam.
Oleh karena itu, kata Edib Muslim, penyatuan waktu dilakukan demi mendorong peningkatan kinerja birokrasi dari Sabang hingga Merauke. Hal yang menjadi bagian dalam kerangka kerja KP3EI ini juga dimaksudkan untuk mendorong daya saing bangsa dalam hal sosial-politik, ekonomi, hingga ekologi.
Perhitungan KP3EI, dengan samanya ruang waktu yang berpatokan pada GMT+8 (Wita) maka masyarakat yang berada di kawasan tengah dan timur Indonesia bisa mempunyai ruang transaksi yang lebih banyak untuk bertransaksi dengan masyarakat di kawasan barat Indonesia.
Edib menambahkan, GMT+8 dipilih pemerintah dengan alasan sebagai tengah-tengah antara WIB dan WIT. Namun, mengenai hal ini, pemerintah masih akan membicarakannya lebih lanjut. "GMT+8 adalah menyampaikan Indonesia menjadi satu waktu," pungkas Edib.

Sumber di : http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/03/10/16064769/Wilayah.Waktu.Indonesia.Akan.Disatukan