Cerita Panas
 ini adalah kisahku sebenarnya. Dalam cerita ini aku buat nama-nama 
tokoh kisah ini dengan nama yang berbeda, karena aku takut orang yang 
bersangkutan menjadi panas dengan cerita ini ketika dia mengetahui, 
makanya aku buat demikian. Cerita sex ini adalah pengalamanku sebenarnya
 yang terjadi sekitar bulan januari 2010 dimana namaku (tokoh) dan 
tempat kejadiannya kurubah. Jika ada di antara pembaca merasa terbawa 
dalam kisahku ini aku mohon maaf kepada saudara/i. Sebelumnya aku 
perkenalkan diriku dulu. Namaku Sultan, wajahku lumayan lah. Kata 
teman-temanku, aku tampan. Itu kata mereka, kalau menurutku, aku 
biasa-biasa saja. Aku anak dari seorang pejabat. Papaku bekerja di suatu
 kantor pemerintahan, waktu itu ayah menjabat sebagai wakil walikota.
Awal
 kisah sex ini terjadi sekitar awal Januari, dimana waktu itu aku sedang
 sendiri di rumah, sedang nonton TV tiba-tiba aku di kejutkan oleh suara
 bel berbunyi.
“Kringg.. kring..” suara bel berbunyi itu membuat aku terkejut.
Kemudian
 aku membuka pintu, aku melihat seorang gadis berdiri menggunakan baju 
kaos berwarna putih dan rok mini berwarna hijau sampai ke lutut, 
wajahnya cantik dan sedap dipandang mata.
Aku bertanya, “Cari siapa dik..?”
Dia balas dengan bertanya, “Benarkah ini rumah paman Rizal..?”
Aku terkejut, karena nama yang dia sebutkan adalah nama papaku. Kemudian aku bertanya lagi.
“Adik ini siapa?”
Dia hanya tersenyum. Senyumannya manis sekali, lalu aku jawab, “Benar, ini rumah paman Rizal,” sambungku lagi.Aku terkejut, karena nama yang dia sebutkan adalah nama papaku. Kemudian aku bertanya lagi.
“Adik ini siapa?”
Dan sekali lagi dia tersenyum, manis sekali, membuat hatiku dag dig dug.
Aku bertanya lagi, “Adik ini siapa sih..?”
Sambil terseyum dia memperkenalkan 
dirinya, “Namaku Lisa,” kata-katanya terhenti, “Aku datang kemari 
disuruh mama untuk menyampaikan sesuatu untuk paman Rizal.”
“Oh iyah..” aku sampai lupa mempersilakan dia masuk ke rumah. Lalu kusuruh dia masuk.
“Silakan masuk,” kataku.
“Oh iyah..” aku sampai lupa mempersilakan dia masuk ke rumah. Lalu kusuruh dia masuk.
“Silakan masuk,” kataku.
Aku persilakan dia masuk, “Kan ngga enak bicara di depan pintu, apa lagi tamu.”
Setelah
 berbicara sebenter di depan pintu, dia masuk dan duduk di kursi ruang 
tamu. Setelah kupersilakan duduk, aku mulai bertanya lagi tentang dia, 
dan siapa dia bagaimana hubungannya dengan papaku.
“Kalau boleh tau, adik ini siapa yah..?”
“Hihihi..” dia tertawa, aku jadi heran, tetapi dia malah tertawa.
“Kalau ngga salah, pasti abang ini bang.. Sultan yah?” sambungnya.
“Hihihi..” dia tertawa, aku jadi heran, tetapi dia malah tertawa.
“Kalau ngga salah, pasti abang ini bang.. Sultan yah?” sambungnya.
Aku terkejut, dari mana dia tahu namaku, lalu aku bertanya, “Kog adik tau nama abang?”
Lalu dia tertawa lagi, “Hihihi… ..tau dong.”
“Masa abang lupa sama aku?” lanjutnya. “Aku Lisa, bang. Aku anaknya tante Maria,” celotehnya menjelaskan.
Aku terkejut, “..ah.. jadi kamu anaknya tante Maria?” tambahku.
Lalu dia tertawa lagi, “Hihihi… ..tau dong.”
“Masa abang lupa sama aku?” lanjutnya. “Aku Lisa, bang. Aku anaknya tante Maria,” celotehnya menjelaskan.
Aku terkejut, “..ah.. jadi kamu anaknya tante Maria?” tambahku.
Aku
 jadi termangu. Aku baru ingat kalau tante Maria punya anak, namanya 
Lisa. Waktu itu aku masih SMP kelas 3 dan Lisa kelas 1 SMP. Kami dulu 
sering bermain di taman bersama. Waktu itu kami belum tahu tentang apa 
yang namanya cinta/sex dan kami tidak berjumpa lagi karena waktu itu aku
 pergi ke Australia sekitar 2 tahun. Sekembalinya dari Autralia aku 
tidak pernah ke rumahnya karena sibuk sekolah. Sudah kira-kira 3 tahun 
kami tidak berjumpa, sampai aku mahasiswa tingkat 2, aku tidak ingat 
namanya lagi, kini bertemu sudah besar dan cantik lagi.
Lalu kubertanya kembali menghamburkan lamunanku sendiri, “Bagaimana kabar mamamu?” tanyaku.
“Baik…” jawabnya.
“Baik…” jawabnya.
Kamudian dia 
mengulangi maksud dan tujuannya. Katanya, papaku diminta mamanya untuk 
datang ke rumahnya untuk membicarakan sesuatu hal.
Lalu aku balik bertanya dengan penasaran, “Kira-kira yang akan dibicarakan apa sih..?”
Dia menjawab sambil tersenyum manis nan menggoda. Sambil tersenyum, aku memperhatikan dirinya penasaran.
Dia menjawab sambil tersenyum manis nan menggoda. Sambil tersenyum, aku memperhatikan dirinya penasaran.
Tiba-tiba dia bicara, “Ternyata abang ganteng deh, ternyata mama ngga salah bilang.”
Aku
 jadi salah tingkah dan wajahku memerah karena dipuji. Adik ini ada-ada 
saja pikirku. Kemudian aku sambut kata-katanya, “Ternyata tante Maria 
punya anak cantik juga.” dia hanya tersenyum saja.
“Paman Rizal kemana bang?” dia bertanya membuka keheningan.
“Belum pulang kerja.” jawabku.
“Hmmm…” gumamnya.
“Ya udah deh, titip pesen aja gitu tadi, ya bang!” memastikan.
“Iya… oke.” jawabku pasti.
“Jangan lupa yah..!” lebih memastikan.
“Iya..” aku tegaskan lagi.
“Oke deh.. kalau gitu Lisa pamit dulu yah.. ngga bisa lama-lama nih.. mama bilang jangan lama-lama.” jelasnya. “Pamit yah bang!” tambahnya.
“Oke deh,” mengiyakan. “Hati-hati yah!” sambungku seperti cowok-cowok lain pada cewek umumnya.
Dia hanya tersenyum menjawabnya, “Iya bang…”
“Belum pulang kerja.” jawabku.
“Hmmm…” gumamnya.
“Ya udah deh, titip pesen aja gitu tadi, ya bang!” memastikan.
“Iya… oke.” jawabku pasti.
“Jangan lupa yah..!” lebih memastikan.
“Iya..” aku tegaskan lagi.
“Oke deh.. kalau gitu Lisa pamit dulu yah.. ngga bisa lama-lama nih.. mama bilang jangan lama-lama.” jelasnya. “Pamit yah bang!” tambahnya.
“Oke deh,” mengiyakan. “Hati-hati yah!” sambungku seperti cowok-cowok lain pada cewek umumnya.
Dia hanya tersenyum menjawabnya, “Iya bang…”
Nah,
 detik itu jugalah momen itu terjadi. Tidak tahu kenapa dia tiba-tiba 
menarik tanganku dan mencium pipiku. Bercampur rasa bingung dan asyik di
 hatiku.
“Waduh… buat apa itu tadi?” tanyaku bodoh. Dia hanya tersenyum.
“Abang ganteng deh,” jelasnya sambil melepaskan pegangan tangannya.
Nah, itu dia, karena menurutku aji mumpung perlu diterapkan, aku menangkap tangannya dan balik mencium pipinya. Dia menjadi kaget dan aku hanya tersenyum saja, memasang wajah innocent yang jauh dari sempurna. Balas dendam pikirku. Karena kepalang keasyikan dan sudah timbul nafsu. Aku memberanikan diri lagi untuk mencium bibirnya mengusik kediamannya karena kaget pada ciuman pertamaku tadi.
“Mumpung rumah sepi… kesempatan nih..” pikirku dalam hati.
Aku memberanikan diri untuk lebih lagi dengan meraba tonjolan yang ada di dadanya yang terbungkus bra dari luar.
Dia mendesah, “..ahh..hem..”
Tonjolannya agak lumayan kalau tidak salah taksir, kira-kira 32b besarnya. Karena sudah sangat bernafsu, dan ego kelelakianku meningkat, hasrat itu pun timbul. Aku belai tubuhnya perlahan dan terus menaik sampai ke lehernya. Kubuka baju yang dia pakai hingga terlepas. Dan aku terus meraba bongkongnya yang lumayan juga besarnya kalau tidak salah taksir dapurnya kira-kira 61.
“Seperti penyanyi saja,” gumamku dalam hati.
“Abang ganteng deh,” jelasnya sambil melepaskan pegangan tangannya.
Nah, itu dia, karena menurutku aji mumpung perlu diterapkan, aku menangkap tangannya dan balik mencium pipinya. Dia menjadi kaget dan aku hanya tersenyum saja, memasang wajah innocent yang jauh dari sempurna. Balas dendam pikirku. Karena kepalang keasyikan dan sudah timbul nafsu. Aku memberanikan diri lagi untuk mencium bibirnya mengusik kediamannya karena kaget pada ciuman pertamaku tadi.
“Mumpung rumah sepi… kesempatan nih..” pikirku dalam hati.
Aku memberanikan diri untuk lebih lagi dengan meraba tonjolan yang ada di dadanya yang terbungkus bra dari luar.
Dia mendesah, “..ahh..hem..”
Tonjolannya agak lumayan kalau tidak salah taksir, kira-kira 32b besarnya. Karena sudah sangat bernafsu, dan ego kelelakianku meningkat, hasrat itu pun timbul. Aku belai tubuhnya perlahan dan terus menaik sampai ke lehernya. Kubuka baju yang dia pakai hingga terlepas. Dan aku terus meraba bongkongnya yang lumayan juga besarnya kalau tidak salah taksir dapurnya kira-kira 61.
“Seperti penyanyi saja,” gumamku dalam hati.
Karena
 keadaan kurang memungkinkan, kugendong dia ke kamarku sambil kami 
berciuman terus. Kurebahkan dia di kasur dan kutindih dia. Kubuka 
perlahan-lahan kaos yang dia pakai dan BH-nya aku buka hingga polos. 
Terpampang di depanku sebuah pemandangan yang indah, sebuah gunung dua 
yang sangat indah dengan pucuknya berwarna merah ranum. Aku dengan 
rakusnya meremas dan mengulum kanan dan kiri. Tanganku dengan aktif 
terus menjalar ke rok yang dia pakai. Perlahan-lahan aku turunkan hingga
 terbuka semuanya. Aku melihat kodam (kolor,dalam) warna putih dengan 
berenda bunga. Kubuka perlahan-lahan dengan sabar, hati-hati dan lembut.
 Tiba-tiba dia menepis tanganku.
“Jangan bang..! Jangan bang..!” dia memohon, tetapi aku yang sudah dirasuki setan tidak ambil pikir.
Kemudian kucium bibirnya dan kuremas kembali gunungnya. Dia terangsang. Kucoba mengulang kembali, kutarik kodamnya (kolor,dalam) perlahan-lahan. Dia tidak menepis tanganku, terus kubuka dan kuterpana melihat pemandangan yang begitu indah yang tidak bisa dikatakan dengan kata-kata. Aku melihat sebuah kemaluan yang masih gundul yang hanya dikelilingi dengan rambut yang masih belum lebat.
Kemudian kucium bibirnya dan kuremas kembali gunungnya. Dia terangsang. Kucoba mengulang kembali, kutarik kodamnya (kolor,dalam) perlahan-lahan. Dia tidak menepis tanganku, terus kubuka dan kuterpana melihat pemandangan yang begitu indah yang tidak bisa dikatakan dengan kata-kata. Aku melihat sebuah kemaluan yang masih gundul yang hanya dikelilingi dengan rambut yang masih belum lebat.
Kusibak
 hutan yang masih agak gundul. Ada cairan bening yang keluar dari dalam 
hutannya. Dia sudah terangsang. Kubuka bajuku tergesa-gesa. Pakaianku 
hanya tinggal kodam (kolor dalam) saja tetapi Ucokku (kejantananku) 
sudah mau lompat saja, ingin mencari sasaran. Sudah tidak tahan ucokku 
sehingga aku langsung meraba hutannya. Kusibak (buka) hutannya dan aku 
menciumnya. Kemudian kujilat semacam daging yang keluar dari 
kemaluannya. Kujilat terus kelentitnya hingga dia meyilangkan kakinya ke
 leherku.
“Ahh.. ohh.. yaa..” desahnya.
“Ahh.. ohh.. yaa..” desahnya.
Kumasukan
 jari tanganku satu dan kukorek-korek dalam hutanya. Dia semakin 
merapatkan kakinya ke leherku sehingga mukaku terbenam dalam hutannya. 
Aku tidak bisa bernafas. Aku terus hajar hutannya.
“Hauhh.. ahh.. yahh.. huhhh..” terdengar suara desahya.
Aku terus hisap sehingga timbul suara yang entah dia dengar atau tidak. Kemudian perlahan-lahan kakinya agak melonggar sehingga aku bisa nafas dengan bebas kembali. Aku terus menghisap dalam hutannya. Setelah puas kubermain di hutanya, kuhisap lagi gunung kembarnya, kiri dan kanan.
Aku terus hisap sehingga timbul suara yang entah dia dengar atau tidak. Kemudian perlahan-lahan kakinya agak melonggar sehingga aku bisa nafas dengan bebas kembali. Aku terus menghisap dalam hutannya. Setelah puas kubermain di hutanya, kuhisap lagi gunung kembarnya, kiri dan kanan.
“Bang.. aku udah ngga tahan nih.. mau keluar..” desahnya.
Kupercepat lagi hisapanku, dia merintih.
Kupercepat lagi hisapanku, dia merintih.
“Ahh.. oohhh.. yahh.. serrrr..” dia lemas. Ternyata dia sudah klimaks.
Kubuka
 kodamku dan kejantananku ini kukeluarkan. Taksiranku, kejantananku 
kira-kira 18 cm panjangnya kalau sudah tegang. Kubimbing kejantananku 
(ucok) ke arah hutannya. Kugesek-gesekan kejantananku pada liang 
kelaminnya, kusodok perlahan-lahan. Awalnya meleset, tidak masuk. Wah, 
ternyata dia masih perawan. Kucoba lagi perlahan-lahan, tidak juga bisa 
masuk. Kuberi air ludah ke batang kejantananku agar tambah licin. 
Kemudian kucoba lagi, hanya masuk ujung kepalanya saja, dia merintih.
“Aduh.. sakit bang.. sakit..” rintihnya.
Aku berhenti sejenak, tidak melanjutkan sodokanku, kukulum lagi gunungnya, dadanya terangkat ke atas. Tidak lama dia terangsang lagi, lalu kucoba lagi untuk meyodok (seperti permainan bola billyard). Kusodok terus dengan hati-hati, aku tidak lupa memberi ludahku ke kejantananku. Karena hutannya becek akibat klimaks tadi jadi agak licin sehingga kepala kejantananku bisa masuk dia merintih.
Aku berhenti sejenak, tidak melanjutkan sodokanku, kukulum lagi gunungnya, dadanya terangkat ke atas. Tidak lama dia terangsang lagi, lalu kucoba lagi untuk meyodok (seperti permainan bola billyard). Kusodok terus dengan hati-hati, aku tidak lupa memberi ludahku ke kejantananku. Karena hutannya becek akibat klimaks tadi jadi agak licin sehingga kepala kejantananku bisa masuk dia merintih.
“Aduh.. sakit bang…”
“Tahan dikit yah.. adikku manis..`ngga sakit kok.. cuman sebentar aja sakitnya…” bisikku di daun telinganya.
Dia diam saja. Kusodok lagi, akhirnya masuk juga kepala si ucok, terus kusodok agak keras biar masuk semua.
Dia diam saja. Kusodok lagi, akhirnya masuk juga kepala si ucok, terus kusodok agak keras biar masuk semua.
“Slupp..
 blesss..” dan akhirnya masuk juga ucokku. Dia menggigit bibirnya 
menahan sakit. Karena kulihat dia menahan sakit aku berhenti menunggu 
dia tidak kesakitan lagi. Ucokku masih terbenam dalam hutannya, kulihat 
dia tidak menggigit bibirnya lagi. Kusodok lagi ucokku perlahan-lahan 
dan lembut, ternyata dia meresapinya dan kembali terangsang. Kusodok 
terus.
“Ahh.. auuohhh.. yahh.. 
terus bang..” pintanya karena dia teransang hebat sambil mengoyangkan 
pinggulnya ke kiri kanan. Rupanya dia sudah tidak kesakitan lagi. 
Semakin kuat kusodok.
“Auoohhh.. ahhh.. yahh.. uhhh.. terus bang!” kakinya dililitkan ke leherku.
“Ahh.. yaa..” rintihnya lagi, terus kusodok agak keras.
“Selupp..
 selup..” suara ucokku keluar masuk, aku juga merasakan ada denyutan 
dalam hutannya seperti menghisap (menarik) ucokku. Rasanya tidak bisa 
dikatakan dengan kata-kata.
“Yahh.. aouuhh… yahh..” suaraku tanpa sadar karena nikmatnya.
“Bang.. enak bang.” kusodok terus.
“Uohh.. ahhh.. yahh.. terusss bang! Yahh.. yahh.. ngga tahan nih bang..” dia terus berkicau keenakan, “oohh.. yahh… aouuhh.. yaa.. i coming.. yes..” terus dia berkicau.
Entah apa katanya, aku tidak tahu karena aku juga merasakan sedotan dalam hutanya semakin kuat.
“Bang.. enak bang.” kusodok terus.
“Uohh.. ahhh.. yahh.. terusss bang! Yahh.. yahh.. ngga tahan nih bang..” dia terus berkicau keenakan, “oohh.. yahh… aouuhh.. yaa.. i coming.. yes..” terus dia berkicau.
Entah apa katanya, aku tidak tahu karena aku juga merasakan sedotan dalam hutanya semakin kuat.
Dia meremas kain penutup tilam sampai koyak. Aku terus meyodok dan terus tidak henti-henti.
“Aouhhh..
 ahhh.. yahh.. yaa.. mau keluar nih bang..” dan, “Slerrrr…” dia keluar, 
terasa di kepala ucokku. Dia klimaks yang kedua kalinya.
Aku terus memacu terus mengejar klimaksku, “Yahh.. aouuu.. yahh..” ada denyutan di kepala ucokku.
“Yahh.. ahhh..” aku keluar, kutarik ucokku keluar, kuarahkan ke perutnya.
Air maniku sampai 3x menyemprot, banyak juga maniku yang keluar, lalu kukecup keningnya.
Air maniku sampai 3x menyemprot, banyak juga maniku yang keluar, lalu kukecup keningnya.
“Terima kasih..” aku ucapkan.
Kulihat
 ada bercak darah di sprei tilam, ternyata darah perawanya. Lalu kuajak 
dia membersihkan diri di kamar mandi, dia mengangguk. Kami mandi 
bersama. Tiba-tiba ucokku bangkit lagi melihat bongkongnya yang padat 
dan kenyal itu. Kutarik bokongnya dan kutunggingkan. Kusodok dari 
belakang.
“Aduh..” gumamnya karena masih agak sempit dan masih terasa ngilu karena baru hilang keperawanannya.
“Aduh..” gumamnya karena masih agak sempit dan masih terasa ngilu karena baru hilang keperawanannya.
Dia terangsang kembali, kuremas gunung kembarnya, aku berdengus. “Ahh.. aouhhh.. yaaa.”
“Crottt.. croottt.. crottt..” kukeluarkan maniku dan kutumpahkan di bokongnya.
Kami
 terus bermain sampai 3 kali. Aku teringat kalau sebentar lagi mama akan
 pulang, lalu kusuruh cepat-cepat si Lisa mandi dan mengenakan 
pakaiannya. Kami tersenyum puas.
“Terima
 kasih yah bang,” aku tersenyum saja dan aku mencium bibirnya lagi serta
 membisikkan ke telinganya, “Kapan-kapan kita main lagi yah!”
Dia hanya tersenyum dan, “..iya,” jawabnya.
Setelah berpakain dan merapihkan diri, kuantar dia ke depan rumah. Dan ciuman manis di bibir tidak lupa dia berikan kepadaku sebelum pergi. Aku hanya bisa melihat dia berjalan pergi dengan langkah yang agak tertatih karena merasakan nyeri di selangkangannya.
Dia hanya tersenyum dan, “..iya,” jawabnya.
Setelah berpakain dan merapihkan diri, kuantar dia ke depan rumah. Dan ciuman manis di bibir tidak lupa dia berikan kepadaku sebelum pergi. Aku hanya bisa melihat dia berjalan pergi dengan langkah yang agak tertatih karena merasakan nyeri di selangkangannya.
“Oh… nikmatnya dunia hari ini.” pikirku dalam hati sambil menutup pintu.
http://ceritadasyat.blogspot.com/2011/03/ngentot-dengan-keponakan-ibuku.html